PGRI ERA REFORMASI
Guru
Era Reformasi Ditandai Dengan Runtuhnya Rezim Orde Baru
Era reformasi ditandai dengan runtuhnya sebuah rezim orde baru
yang otoriter.Yang dengan sifat otoriternya maka sistem pemerintahannya
sentralistik, termasuk juga dalam bidang pendidikan yang sangat memusat.Setelah
orde baru tumbang maka perubahan menjadi pilihan pembangunan bangsa.Dan era
perubahan itulah yang dikenal era reformasi.Perubahan dalam reformasi dilakukan
secara konsepsional dan konstitusional dengan strategi dan program yang lebih efektif
dalam suasana madani.
Perjuangan
PGRI pada masa reformasi ini meliputi bidang keorganisasian, kesejehteraan,
ketenagakerjaan, perundang-undangan, reformasi pendidikan nasional serta
kemitraan nasional dan interbasional. Pada masa sekarang ini masih banyak pula
pihak yang memandang PGRI hanya sebagai aspek tertentu yang sempit dalam bentuk
serpihan-serpihan yang tidak terpadu dan dilandasi oleh kepentingan tertentu
sebagai akibatnya banyak berkembang persepsi yang kurang baik terhadap PGRI dan
ini sudah banyak menimbulkan berbagai hal yang kurang menguntungkan bagi PGRI
dan terutama pada anggotanya.
Seperti yang kita ketahui dalam pasal (4) Anggaran Dasar (AD)
PGRI dijelaskan bahwa PGRI merupakan organisasi nasional yang bersifat
unitaristik (mewadahi semua guru tanpa memandang ijazah, tempat bekerja,
kedudukan dll) independen (PGRI berlandaskan pada
prinsip-prinsip
kemandirian organisasi dengan mengutamakan mitra kesejajaran) non politik
praktis (tidak terikat/ mengikatkan diri pada kekuatan organisasi atau partai
politik manapun) kesejahteraan guru merupakan inti dari keseluruhan perjuangan
PGRI.
Dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pendidikan nasional,
PB, PGRI ikut berperan serta secara aktif dengan memberikan masukan pada
pemerintah agar berbagai agenda reformasi yang sedang dan akan dilaksanakan
dapat terwujud dengan tepat sasaran. Salah satu komponen yang sering dijadikan
sasaran penyebab menurunnya mutu pendidikan yaitu kurikulum. Kritikan yang
cukup tajam terhadap kurikulum antara lain materinya terlalu padat, tidak
sesuai dengan kebutuhan bahkan merepotkan guru dalam menjalankan civitasnya
dibidang akademik.
Upaya reformasi pendidikan pada sistem nasional hanya akan
terwujud apabila guru mendapat tempat yang sentral dan menjadi prioritas utama.
Sehubungan dengan itu, PGRI menekankan agar masalah guru pada era reformasi
pada pendidikan nasional PGRI diharapkan mendapat perhatian dan prioritas utama
mengingat peranan guru yang fundamental. Sebab dengan demikian perbaikan dalam
dunia pendidikan akan terwujud. Persoalan pelik dalam pendidikan, yakni
persoalan mutu dengan sendirinya juga akan teratasi. Namun jika itu tidak
terpenuhi, maka keberadaan dunia pendidikan tidak akan pernah menjadi baik.
Masalah mutu, yang sekarang menjadi persoalan yang paling krusial dalam
pendidikan juga sulit untuk teratasi.
Pada era reformasi, di tubuh PGRI juga mengalami perubahan yakni
dengan melakukan penyesuaian AD/ ART organisasi dan sesuai dengan tantangan dan
tuntutan reformasi yang ditandai dengan kongres ke XVIII pada tanggal 25-28
Nopember 1998 di Lembang bandung.Selain dari pada itu perubahan sebagai
organisasi yang mampu beradaptasi dan mewujudkan dirinya sebagai the learnig
organization (organisasi pembelajar).
Itulah sekilas gambaran tentang kiprah PGRI dan dinamikanya
sampai pada
era reformasi.Meski tidak bisa terdiskripsikan secara utuh,
namun paling tidak itu juga bisa memberikan kontribusi pemahaman.Sebab saat ini
keberadaan guru memang masih memprihatinkan yang imbasnya pendidikan juga sudah
mulai menurun. Maka pada masa yang seperti ini kontribusi pemikiran, kajian,
dan diskusi tentang persoalan pendidikan, termasuk juga PGRI sebagai organisasi
guru dalam rangka mencari solusi yang lebih baik bagi masa depan pendidikan
bangsa kita. Dan tentu apa yang menjadi malasah dalam dunia pendidikan seperti
dijelaskan di atas juga harus dipikirkan oleh PGRI. Harus diakui itu juga
merupakan tantangan masa depan PGRI.
2.
PGRI dan Guru Masa Kini
Membangun sekolah yang
berkinerja tinggi merupakan tantang nyata yang harus dihadapi oleh semua warga
sekolah. Kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, tenaga administrasi, komite
sekolah, termasuk siswa dituntut bahu membahu menjawab tantangan tersebut.
Sekolah tidak bisa optimal berkinerja tanpa semua pihak saling berkerja sama
serta saling menunjang dalam semangat kebersamaan dan kesejawatan.
Menterjemahkan sekolah yang berkinerja tinggi selalu akan bersinggungan dengan
terjemahan sekolah efektif. Scheerens (1992) memandang sekolah efektif dalam
dua sisi, yaitu dari sisi sudut pandang ekonomi dan teori organisasi.
Dari sisi ekonomi, dia memandang secara ringkas bahwa sekolah
yang efektif adalah sekolah yang mampu mencapai semua output yang diharapkan
melalui suatu proses transformasi sejumlah input dalam proses pembelajaran.
Dari sisi teori organisasi, sekolah yang efektif dipandang sebagai lembaga yang
produktif. Selain itu, dalam sudut pandang teori organisasi, sekolah yang
efektif juga lebih lanjut diterjemahkan sebagai sekolah yang mampu beradaptasi
dengan lingkungannya, merupakan sistem yang terbuka dengan melibatkan
keterlibatan banyak pihak, hubungan harmonis dan suportif antar orang. Dan
terakhir, sekolah efektif dipandang dari sisi ini adalah sekolah yang peka
terhadap tuntutan warga sekolah dan stakeholder.
Dari ciri-ciri sekolah
efektif diatas, kita bisa memaknai bahwa sekolah yang efektif adalah sekolah
yang mampu menampilkan (perform) semua indikator dua perspektif Sheerens di
atas. Indikator perspektif Scheeres tentang sekolah efektif bisa dijadikan
salah satu alternatif dalam menentukan indikator-indikator kinerja sekolah.
Kembali pada bahasan di awal, membangun sekolah berkinerja tinggi, sekolah yang
berkinerja tinggi adalah sekolah yang mampu menampilkan indikator-indikator
sekolah efektif yang dijelaskan di atas secara optimal.
Sekolah berkinerja tinggi adalah sekolah yang mampu menghasilkan
keluaran berupa:
1. Proses
pembelajaran yang efektif
2. Siswa dan guru yang
berprestasi tinggi baik akademik maupun
non akademik
3.
Tingkat kehadiran warga sekolah tinggi
4.
Pelayanan akademik dan administratif yang
optimal pada semua warga sekolah
5.
Iklim dan budaya sekolah yang positif dan
dinamis
6.
Etos kerja warga sekolah yang tinggi
7.
learning organization
8.
Hubungan antar pribadi yang harmonis
9.
Tata kelola sekolah yang baik
Untuk mewujudkan
sekolah yang berkinerja tinggi, diperlukan suatu sistem peningkatan sekolah
(school improvement) yang berkelanjutan. Peningkatan sekolah ini meliputi semua
proses yang berlangsung di sekolah, mulai dari proses pembelajaran,
pembimbingan siswa, pembinaan siswa, layanan siswa, manajemen sumber daya, dan
semua proses lainnya yang berlangsung di sekolah. Semua proses yang berlangsung
di sekolah harus senantiasa diupayakan dinamis, inovatif, dan selalu ditingkatkan
dalam rangka optimalisasi potensi dan prestasi siswa.
Upaya peningkatan proses yang terjadi disekolah memerlukan
strategi yang efektif. Strategi yang efektif adalah strategi yang didasarkan
pada tata nilai dan keyakinan yang tumbuh dan berkembang di sekolah, dan
menjadi komitmen bersama untuk menaatinya. Dengan kata lain, strategi efektif
adalah strategi yang berlandaskan budaya sekolah. Setidaknya ada 4 (empat)
strategi yang bisa diadaptasikan sekolah dalam rangka peningkatan proses. Strategi
ini disarikan dari paparan Surya Dharma (2012), yaitu:
Strategi manajemen kurikulum dimaksudkan bahwa pembelajaran yang
dilakukan mengacu pada standar kurikulum yang ada. Semua proses pembelajaran
dimaksudkan untuk mencapai bahkan kalau bisa melampaui standar kurikulum.
Sekolah menetapkan target prestasi belajar siswa dengan jelas dan rasional.
Semua upaya penilaian hasil belajar siswa harus sesuai dengan standar kurikulum
yang diacu, dan monitoring yang efektif atas pelaksanaan kurikulum tersebut.
b. Praktik
pembelajaran
Strategi
pembelajaran yang dilakukan adalah dengan cara menciptakan lingkungan kelas
yang mendukung dan memperhatikan perbedaan antar individu dan ditujukan bagi
semua siswa. lebih mengedepankan kemandirian siswa agar pemahaman mereka
tentang materi pelajaran lebih mendalam. Selain itu, dalam strategi ini juga
harus ditekankan upaya guru untukk menciptakan pembelajaran yang inovatif dan
variatif. Guru melakukan evaluasi formati agar perbaikan pembelajaran bisa
dilakukan secara efektif. Selain itu, guru juga melakukan monitoring atas
pembelajaran secara intens.
c. Sekolah
Sekolah efektif merupakan strategi yang bisa diadaptasi sekolah
dalam rangka peningkatan lembaga. Dimana sekolah efektif memiliki karakter
budaya kerja sama dan kepercayaan warga sekolah semata-mata ditujukan untuk
keberhasilan siswa. Sekolah merupakan wujud dari lembaga yang selalu fokus pada
pembelajaran. Memiliki visi yang jelas, memiliki core beliefs yang ajeg,
membuat perencanaan strategis, serta selalu melakukan perbaikan secara
konsisten dan spesifik.
d. Dukungan orang tua dan
masyarakat
Lingkungan sekolah dijadikan sebagai mitra stregis peningkatan
sekolah yang kedudukannya sejajar. Sekolah harus melakukan kerja sama pro-aktif
dan atas dasar prinsip saling menguntungkan.
3.
Permasalahan Guru
Berbicara tentang guru, seolah topik ataupun tema ini tak pernah
jenuh untuk dibahas. Semua sisi dari dimensi guru menarik untuk dikaji.Dari
waktu ke waktu, problematik guru selalu muncul bergantian. Probelmatik ini
menjadi salah satu beban berat yang harus ditanggung sekolah dalam upayanya
meningkatkan kinerja dan mutu pendidikan. Saat ini, setidaknya ada 7 (tujuh)
masalah pokok yang dihadapi guru di Indonesia.
Pertama, adalah permasalahan
distribusi guru. Sudah menjadi rahasia umum bahwa terjadi kesenjangan
antara sebaran guru di daerah perkotaan dengan di daerah perdesaan yang sangat
lebar perbedaannya. Sampai-sampai pemerintah harus mengeluarkan pil pahit
melalui SKB 5 antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian PAN dan
RB, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan, dan Kementrian Agama yang
isinya mengatur
kesepakatan untuk kerja sama dan memberikan dukungan dalam
pemantuan, evaluasi, dan kebijakan penataan serta pemerataan guru secara
nasional. Kedua, ketidaksesuaian (missmatch) bidang keilmuan dengan
bidang kerja. Permasalahan kekurangan guru pada bidang studi tertentu menjadi
salah satu sumber terjadinya persoalan missmatch bidang keilmuan ini.
Ketiga.Kualifikasi
pendidikan. Standar tenaga pendidik yang telah ditetapkan pemerintah masih
belum bisa dicapai sepenuhnya. Sebagai contoh, dari buku saku statistik
pendidikan 2009/2010 diketahui bahwa untuk sekolah Taman Kanak-kanak, guru yang
belum memenuhi standar kualifikasi (dengan mengabaikan kesesuaian ijazah
kependidikan yang relevan) masih 90,13% , Sekolah Dasar masih 75,77% belum
memenuhi
kualifikasi. Keempat,
kompetensi dan karir guru. Dari hasil uji kompetensi awal yang dilakukan pada
275.768 guru tingkat nasional, hasilnya cukup memprihatinkan, dari bobot skor
100, ternyata nilai terendah dari hasil uji tersebut adalah 1, dan rata-rata
skornya adalah 41,5.
Ini mengindikasikan bahwa kompetensi guru masih “jauh panggang
dari api”. Terkait dengan karir guru, hampir menjadi hal yang lumrah, bahwa
golongan kepangkatan guru banyak yang terhenti di golongan IVa, padahal jenjang
yang bisa dilalui bisa sampai dengan golongan IV e. Kelima, sertifikasi.
Belum semua guru di Indonesia memiliki sertifikat guru. Padahal, sertifikat ini
merupakan salah satu syarat profesionalitas seorang
guru. Keenam,peningkatan
keprofesian berkelanjutan (PKB). Tiga unsur dari upaya pengembangan keprofesian
berkelanjutan guru menjadi bagian dari permasalahan yang dihadapi guru.
Upaya pengembangan
diri guru yang masih belum optimal menjadi salah satu penghalang guru untuk
menjadi seorang guru profesional. Rendahnya kesempatan guru untuk meningkatkan
diri mejadi penyebabnya. Terkait dengan unsur kedua, yaitu publikasi ilmiah,
kemapuan, minat, dan kesempatan untuk meningkatkan kapasitas publikasi ilmiah
menjadi masalah serius bagi guru. Dan terakhir, unsur karya inovati, juga
menjadi bagian tak terpisahkan dari permasalahan guru selama ini. Ketujuh,
Rekrutmen guru. Patut diduga bahwa rendahnya kualitas guru diawali pada proses
rekrutmen guru. Rendahnya kualitas calon guru dan sistem rekrutmen yang tidak
efektif dan bermutu rendah merupakan indikator dari permasalahan rekrutmen guru
saat ini.
4.
Kebijakan Guru Saat Ini
Terkait dengan permasalahan yang dihadapi terkait dengan guru,
ada beberapa kebijakan pemerintah yang saat ini dijalankan. Pertama, terkait
dengan perencanaan kebutuhan guru, ada dua mekanisme yang diambil pemerintah,
yaitu melalui pengangkatan guru baru, mekanisme biasa yang sudah berjalan
selama ini. Cara yang kedua adalah dengan melakukan redistribusi guru dengan
beban mengajar 24 jam/minggu. Kedua, terkait dengan rekrutmen. Proses
rekrutmen. Kedepan, seseorang calon guru bisa berasal dari jenis perguruan
tinggi apa saja. Jika selama ini hanya LPTK merupakan satu-satunya lembaga
penghasil calon guru, kedepannya semua lulusan perguruan tinggi baik LPTK
maupun non LPTK memiliki kesempatan untuk menjadi guru. Khusus untuk mahasiswa
LPTK, begitu mereka lulus ujian masuk perguruan tinggi LPTK, mereka akan dites
lagi untuk diberi beasiswa dan
diasramakan. Selain itu, perekrutan calon guru ini juga
dilaksanakan pula pada mahasiswa LPTK semester 5-8.
Ketiga, terkait dengan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Ada mekanisme baru pembinaan dan pengembangan profesi guru. Calon guru yang
memiliki sertifikat pendidikan dan mengikuti tes penerimaan guru. Setelah
diterima status mereka adalah guru tanpa jabatan fungsional. Untuk menjadi guru
PNS dengan jabatan fungsional, yang bersangkutan harus mengikuti program
Induksi selama 1 tahun, dan bila belum mencapai skor minimal berkategori baik
bisa diperpanjang 1 tahun. Setelah mereka mendapat jabatan fungsional mereka
akan mendapat kesejahteraan, penghargaan dan perlindungan, serta tunjangan
profesi. Secara periodik mereka akan dilakukan penilaian kinerja untuk
mengetahui posisi kelayakannya secara profesional.
5.
Guru di Abad 21: Apa dan Bagaimana?
Di abad 21 ini,
tantang pendidikan secara umum, sekolah, dan guru semakin berat.
Tipikal/karakteristik anak-anak dan lingkungan sekolah semakin cepat berubah.
Sudah tidak pada tempatnya lagi kita berbicara dalam konteks lokalitas, jika
tidak ingin terasingkan dengan pergaulan dunia dan kalah dalam persaingan. Kita
hidup di lingkungan yang sangat cepat berubah, global, dan kompleks, dan dengan
informasi yang sangat padat/jenuh (saturated-information). Setidaknya ada 3
aspek yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan saat ini.
Pertama adalah
globalisasi. Globalisasi telah benar-benar merubah wajah pendidikan dalam
berbagai aspek. Mulai dari kurikulum, sarana pra sarana, ketenagaan, kesiswaan,
bahkan pengelolaan. Kurikulum standar internasional adalah salah satu contoh
bagaimana kurikulum dipengaruhi oleh globalisasi. Benchmark pengembangan
kurikulum tidak bisa lagi berbicara dalam konteks nasional, atau local genuine
saja. Sekolah dituntut untuk melakukan pengembangan yang juga berorientasi
global. Isu akreditasi itnternasional juga merupakan salah satu isu globalisasi
dalam pendidikan. Mutu penyelenggaraan manajemen kelembagaan juga tidak luput
dari interevensi global dengan menjamurnya sertifikasi ISO di lembaga
pendidikan.
Kedua, teknologi
dan inovasi.Tak dipungkiri, globalisasi ditandai dengan merambahnya teknologi
kedalam semua aspek pendidikan di sekolah, baik aspek pembelajaran,
pengelolaan, dan layanan pendukung lainnya. Proses pembelajaran yang bersifat
synchronous dan a-syncrhonous merupakan salah satu dampak globalisasi dalam
implementasi kurikulum di kelas. Pemanfaatan gadget informasi yang intens dalam
proses pembelajaran merupakan bukti adanya globalisasi. Pemanfaatan e-mail,
search engine, satelit, phod cast, telepon, dan gadget lainnya menjadi barang
yang familiar ada di sekitar pembelajaran yang berlangsung di kelas.
Ketiga, bagaimana cara
siswa belajar. Dari generasi ke generasi, pola belajar atau cara belajar
siswa terus berkembang. Di abad 21, dengan terjadinya lingkungan siswa yang
berubah dengan cepat, maka perubahan pada cara siswa belajar juga berubah. Jika
dulu siswa hanya dipandang sebagai tempat kosong yang siap diisi dengan
pengetahuan, sekarang siswa dibelajarkan bukan dalam rangka mengisi otaknya
dengan sejumlah
pengetahuan yang
dikuasai guru. Siswa sekarang diajarkan bagaikana supaya peka terhadap
lingkungan, mampu belajar mandiri, dan memecahkan permasalahan sendiri. Siswa
dituntut untuk pro aktif mencari informasi sendiri yang sumbernya sangat banyak
tersedia di lingkungan dia. Jika dulu pembelajaran bersifat pasif, maka
sekarang siswa dituntut untuk aktif dan kreati.
Karakteristik kelas di
abad 21 adalah dinamis, banyak tuntutannya, dan egaliter. Ini tentu mempengaruh
cara siswa dalam belajar. Dalam dunia pendidikan, era abad 21 menuntut
pendidikan menghasilkan keluaran yang berbeda dari era sebelunya.Ada beberapa
output khas pendidikan abad 21, seperti digambarkan dalam gambar di bawah ini.
Yang menjadi mata pelajaran inti yang menjadi tema abada 21 seperti digambarkan
di atas adalah sebagai berikut:
1.
Bahasa Inggris (bahasa dan sastra)
2.
Bahasa dunia
3.
Seni
4.
Matematika
5.
Ekonomi
6.
Geografi
7.
Sejarah
8.
Pemerintah dan kewarganegaraan.
Melalui situsnya, P21 menegaskan bahwa sekolah tidak hanya
semata mengedepankan ke-8 matapelajaran tersebut sebagai fokus. Namun sekolah
juga harus memberikan pemahaman lebih lanjut pada siswa tentang tema-tema
interdisiplin yang dikelompokkan pada 5 kelompok interdisiplin, yaitu :
1.
Global awareness.
Menggunakan keterampilan abad 21 untuk memahami dan mengidentifikasi isu-isu
global. Belajar dari pengalaman dan bekerja secara kolaborasi dengan orang lain
yang menggambarkan keberagaman budaya, agama, dengan lebih mengedepankan
dialog.
2.
|
Pemahaman finansial,
|
ekonomi, bisnis,
dan
|
Diajarkan
bagaimana melakukan
|
|
keputusan
ekonomis, paham dalam menjalankan
peran ekonomi di tengah-tengah
|
||
|
masyarakat, dan menggunakan keteramplan kewirausahaan
untuk meningkatkan
|
||
|
produktivitas dan
karir.
|
|
|
3.
|
Pemahaman tentang
|
Berpartisipasi
secara
|
aktif dalam kehidupan bernegara dengan
|
|
cara tahu dan paham
|
serta terlibat dalam proses pemerintahan. Melaksanakan hak
|
|
|
dan kewajiban
sebagai warga negara, dan memahami dampak dari keputusan
|
||
|
ketatanegaraan.
|
|
|
4.
|
Pemahaman tentang
|
Tahu dan paham,
serta mampu menerapkan informasi kesehatan
|
|
|
dasar untuk meningkatkan taraf kesehatan
diri. Tahu apa
yang harus dilakukan dalam
|
rangka mencegah penyakit dan menjaga kesehatan. Bisa menggunakan
informasi kesehatan untuk membuat keputusan sendiri dan lingkungan. Serta
mengetahui isu-isu kesehatan di sekitar.
5.
Pemahaman Tahu dan
memahami lingkungan sekitar. Memahami dampak kehadiran manusia terhadap
lingkungan, mau mengamati dan menganalisis isu lingkungan dan membuat solusi
efektif atas permasalahan lingkungan. Ikut terlibat dalam upaya penyelematan
perusakan lingkungan. Terkait dengan output kedua, keterampilan belajar dan
inovasi, P21 meringkas 4 C untuk keterampilan tersebut. yaitu:
6.
Creativity and innovation.
7.
Critical thingking and problem solving.
8.
Collaboration
Keterampilan yang
ketiga yaitu informasi, media, dan teknologi. P21 menjelaskan bahwa masyarakat
di abad 21 tinggal di lingkungan yang diliputi teknologi dan media. Untuk itu,
siswa harus memiliki pemahaman :
1.
Mampu mengakses secara
efisien dan efektif, serta mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten.
Harus mampu menggunakan informasi secara akurat dan kreatif, mampu mengelola
informasi dari berbagai sumber secara bijaksana, dan mampu menerapkan isu etis
atau hukum dalam mengakses informasi.
2.
Mampu menganalisis
media dengan cara memahami bagaimana dan mengapa memdia dibangun, dan untuk
apa. Paham bahwa media bisa diinterpretasikan banyak oleh banyak kalangan.
Mampu menerapkan isu etika dan hukum dalam mengakses media. Selain itu, mampu
menciptakan media.
3.
Siswa
harus mampu menerapkan atau menggunakan
TIK secara efektif.
Keterampilan berikutnya adalah kehidupan dan karir. P21
menyarankan bahwa untuk hidup di abad 21 siswa harus :
1.
Fleksibel dan adaptif.
2.
Memiliki inisiati dan mampu mengendalikan
diri.
3.
Memiliki keterampilan social.
4.
Produktif dan akutabel.
5.
Memiliki jiwa kepemimpinan dan bertanggung
jawab.
Untuk bisa mewujudkan ke-4 (empat) output pendidikan di atas,
setidaknya ada 5 (lima) hal yang menjadi determinan output tersebut. Yaitu:
1.
Standar, Fokus pada standar kompetensi dan
isi.
2.
Penilaian, Evaluasi
hasil belajar yang efektif dan bermutu tinggi melalui formatif dan Menggunakan
hasil penilaian sebagai bahan feedback dalam keseharian di kelas.
Menggunakan sarana/pra sarana yang efektif dalam menilai. Mampu
merancang portofolio yang bisa menggali kemampuan/pemahaman siswa.
3.
Kurikulum dan
Pembelajaran, Merancang materi, strategi belajar, memilih media yang bisa
mencapai tujuan pembelajaran abad 21.
4.
Pengembangan Diarahkan
untuk membekali guru bagaimana mengintegrasikan keterampilan, sarana pra
sarana, dan strategi belajar mengajar dalam pembelajaran.
Memberikan bekal pengetahuan pada guru bagaimana cara
mengidentifikasi gaya belajar siswa.
5.
Lingkungan Membangun
situasi belajar, dukungan individu dan lingkungan yang akan mendukung
pencapaian outcome keterampilan abad 21.
Dengan kondisi seperti tersebut di atas, apa yang harus
dilakukan guru di Abad 21? Untuk bisa tetap bertahan dan mampu meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran di era yang sedemikian berubah, seorang
guru perlu menyiapkan dirinya dengan baik. Kesiapan mental, intelektual,
keterampilan, dan tentunya juga fisik. Motivasi mengajar dan mendidik yang
tinggi juga merupakan variabel penting dalam suksesnya pembelajaran. Ia
dituntut menjadi guru yang efektif, yaitu guru yang memiliki ciri:
1.
Menjadi manajer kelas yang sangat baik.
2.
Memahami bagaimana cara mengajar yang baik.
3.
Memiliki harapan yang tinggi terhadap
keberhasilan siswa.
Menurut penelitian Dawson dan Billingsley (2000), guru yang efektif
mampu meningkatkan prestasi siswa yang rendah sebesar 53% di tahun pertama, dan
83% di dua tahun berkutnya. Sedangkan guru yang tidak efektif, ia hanya mampu
meningkatkan prestasi siswa yang rendah sebesar 14% saja di tahun pertama, dan
29% di dua tahun berikutnya.
Jika selama ini kita tahu bahwa karakter guru profesional adalah
guru yang memiliki 4 kompetensi secara utuh (pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional). Teacher Development Planning Team (2004) menggambarkan sosok
guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi:
1.
Kompetensi utama, yaitu pedagogik, kepemimpinan,
kepribadian, dan pengetahuan.
2.
Kompetensi dasar,
yaitu kemampuan komunikasi, kemampuan kolaborasi, kemamuan teknologi, dan
kemampuan evaluasi.
Selain menjadi sosok profesional, Stansbury (2011)
mengidentifikasi 5 (lima) ciri guru yang efektif di abad 21, yaitu:
1. Guru
yang mampu mengantisipasi masa depan.
Seorang guru yang
efektif adalah guru yang dalam mengajar bertujuan menyiapkan siswa di masa yang
akan datang.Menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan tumbu-kembang di era mereka,
bukan saat dimana mereka diajarkan, tapi disiapkan untuk masa yang akan datang.
Dengan begitu, seorang guru harus mampu memprediksi kecenderungan-kecenderungan
di masa yang akan datang, dimana anak-anak yang sekarang diajar akan hidup di
era tersebut.
2. Pebelajar seumur hidup (Lifelong learner).
Dunia akan terus
senantiasa berubah. Mereka menghendaki sesuatu yang benar-benar baru. Untuk
itu, seorang guru dituntut untuk terus menyesuaikan diri, fleksibel, mampu
menerima perubahan, dan siap gagal. Mereka harus senantiasa belajar untuk bisa
bertahan.
3. Mampu
mengajar semua karakter siswa.
Seorang guru abad 21 haruslah seorang yang bersifat pemimpin
situasional. Mereka harus memapu mengidentifikasi kemapuan setiap siswa, dan
paham bahwa semua siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima
pelajaran, motivasi belajar, atau menerima perlakuan strategi tertentu yang
dibuat guru. Dengan karakter yang berbeda-beda, tentu tugas guru akan berat,
karena tidak boleh satupun anak yang tidak teroptimalkan potensinya ke
tingkatan yang paling tinggi mengacu ke standar.
4. Mampu
membedakan teknologi yang mendukung dengan yang tidak.
Anak-anak
usia sekolah adalah sosok yang memiliki kemampuan sangat cepat dalam
beradaptasi dengan teknologi (TIK). Sistem sekolah tidak harus selalu dengan
detil mengajari mereka bagaimana mengoperasikan perangkat-perangkat teknologi,
tetapi sebaiknya sekolah/guru harus mengetahui teknologi mana yang akan membuat
siswa belajar banyak dan lebih cepat. Ia harus mahir dalam menilai apakah
teknologi yang tersedia bagi mereka itu mendidik atau tidak, baik di sekolah
ataupun di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pendidikan Nasional.(2010)
Buku
Saku Statistik Pendidikan 2009/2009.
Jakarta: Balitbang Kemdiknas.
Surya Dharma (2012)
Tantangan,
Kebijakan dan Program Menuju
Guru Profesional. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Paparan Seminar.
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru
Profesional. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Wirawan. (2002). Profesi dan Standar
Evaluasi. Jakarta:
Yayasan Bangun Indonesia & UHAMKA Press.
Yutmini, Sri. (1992). Strategi Belajar
Mengajar. Surakarta:
FKIP UNS.
Komentar
Posting Komentar